Jumat, 23 November 2012

MENJADI CERDAS SPIRITUAL ( SERI MANAJEMEN DIRI)

   Menjadi Cerdas Spiritual



Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dan paling mulia,Kita memiliki berbagai potensi diri yang luar biasa hebatnya.selain kecerdasan Emosi (EQ) yang jika keduanya dikembangkan bersama dapat menuntun kita kepada kesuksesan dalam hidup.
Namun, ketika manusia mendefinisikan ulang makna kesuksesan,ternyata ada satu jenis kecerdasan lain yang dapat memberi makna terhadap kesuksesan,yaitu kecerdasan spiritual (SQ).karena kesuksesan bukan hanya berarti kekayaan materi,jabatan,ataupun kepopuleran semata,tetapi lebih dalam dari itu antara lain berupa kebahagiaan,kedamaian,ketenangan,maupun kemerdekaan.

Apa kecerdasan Spiritual (SQ) itu?

Kecerdasan Spiritual (SQ) pertama kali dipopulerkan oleh dua orang penulis,yaitu Danah Zohar dan Ian Marshall melalui buku mereka berjudul SQ : Spiritual Intelligence – The Ultimate Intelligence. SQ yang dimaksud untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai,yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yabg lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan yang lain.SQ merupakan landasan yang diperlukan agar IQ dan EQ dapat berfungsi secara efektif, Bahkan kedua penulis itu menganggap bahwa SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita.
Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan manusia untuk dapat melakukan manajemen diri secara sempurna, dimulai dengan kemampuan mengenali dan mengendalikan diri sepenuhnya,serta kemampuan mengendalikan realitas kehidupannya. Kecerdasan spiritual adalah dalam menggunakan wewenang (authority) untuk memanfaatkan kuasa (the Power) Tuhan. Untuk mempermudah pemahaman, kita bisa menganalogikan masalah penggunaan wewenang ini dengan seorang polisi yang mampu menghentikan sebuah truk trailer yang amat besar dan melaju kencang. Dengan menghentikan laju truk trailer besar itu. Namun dengan kewenangan yang melekat padanya,ia mampu menghentikan kendaraan tersebut. Dengan analogi ini, seseorang dapat dianggap cerdas secara spiritual jika dia mampu menggunakan potensi terbaik dalam dirinya yang dianugerahkan Tuhan mengendalikan dan menciptakan realitas kehidupannya.
Membangun Sembilan Kebiasaan untuk Meningkatkan Kecerdasan Spiritual
Untuk dapat meningkatkan kecredasan spiritual diperlukan disiplin diri untuk terus membentuk sejumlah kebiasaan yang akan membangun karakter seseorang,sehingga pada gilirannya menentukan takdir kehidupannya, Adapun kebiasaan manusia yang cerdas spiritual terbagi atas kebiasaan – kebiasaan yang berhubungan dengan sesame manusia dan kebiasaan yang berhubungan dengan Tuhan,yang akan saya jelaskan sebagai berikut ini.

1.Bekerja dengan Penuh Dedikasi,Komitmen,dan Kecintaan


Sering kali kita tidak menyadari bahwa dengan sungguh – sungguh penuh dedikasi, komimen, dan kecintaan dalam setiap bidang kehidupan apa pun yang kita jalani dapat menuntun kita kepada tingkat kecerdasan spiritual yang tinggi. Dalam buku SQ: Spiritual Intelligence – The Ultimate Intelligence, Zohar dan Marshall menjelaskan secara panjang lebar enam jalan atau bidang pengabdian yang dapat kita pilih sebagai jalur kehidupan kita menuju kesejatian diri atau kecerddasan spiritualyang sempurna. Keenam jalan tersebut adalah: Jalan Tugas, Jalan Pengasuhan, Jalan Pengetahuan, Jalan Transformasi Pribadi, Jalan  Persaudaraan dan Jalan Kepemimpinan yang penuh pengabdian.
Bidang pekerjaan atau profesi kita dapat menuntun kepada tingkat kecerdasan spiritual yang lebih tinggi atau lebih rendah (bodoh spiritual). Artinya, kecerdasan spiritual tidak hanya diperuntukkan bagi para ulama, tetapi bagi setiap orang, seperti karyawan, guru, pembicara publik, pemimpin, politisi, dan sebagainya.
Dalam penelitian yang dilakukan Gay Hendrick, PhD. Dan Kate Ludeman, PhD. Menunjukan para pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan memiliki tingkat kecerdasan spiritual yang tinggi. Para manajer top ini biasanya adalah orang – orang yang memiliki integritas,  terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami orang lain dengan baik, terinspirasi oleh visi, mengenal dogmatis, selalu mengupayakan yang terbaik bagi dirinya maupun orang lain.
Kita semua dapat menjadi cerdas ataupun bodoh secara spiritual bergantung pada pengabdian, dedikasi, komitmen, dan kecintaan, kita terhadap pekerjaan atau bidang kehidupan yang kita jalani.

2.Menabur Kebaikan Setiap Saat

Menabur kebaikan sama halnya dengan menanam benih pada taman kehidupan. Saya memandang bahwa relasi atau jejaring kehidupan (network) sama seperti taman yang harus kita pelihara dan rawat agar menjadi taman kehidupan yang penuh makna. Hubungan kita dengan orang lain sangat dipengaruhi oleh sejauh mana kita peduli dengan orang lain. Kepedulian ini pada gilirannya dapat membangun dan menguatkan sesame kita yang merupakan tanaman dalam taman kehidupan kita. Jika kita tidak merawat dan memeliharanya, taman kehidupan ini menjadi kering dan meranggas, tidak ada kerindangan dedaunan dan buah-buahan yang dapat kita petik atau untuk sekedar berteduh ketika badai kehidupan melanda kita.

3. Jangan Beri Tempat untuk Amarah


Untuk dapat menguasai rasa amarah , kita harus memahami dan mengerti orang lain lebih dulu. Hal ini disebut oleh Stephen Covey sebagai kebiasaan untuk mengerti orang lain sebelum kita dimengerti. Selain itu, supaya kita lebih mudah menguasai kemarahan kita terhadap seseorang kita harus mengembangkan kemampuan untuk memaafkan dan mengampuni.
Yang terpenting disini adalah bukan bagaimana menahan (suppressing) kemarahan ataupun melepaskan (exspressing) kemarahan, tetapi bagaimana kita tidak member tempat rasa marah dalam pikiran bawah sadar kita atau bagaimana kita melepaskan perasaan marah itu (releasing) sebelum ia memasuki pikiran kita.
Sikap kongkrit untuk untuk tidak memberi tempat bagi amarah adalah kita memiliki sikap rela memaafkan siapa pun dan apapun yang menyakiti hati kita. Rela memaffkan merupakan jembatan menuju Tuhan,cinta,dan kebahagiaan.

4. Melihat Dunia dengan Penuh Cinta

Salah satu tanda utama tingginya kecerdasan spiritual adalah ketika seseorang sudah tidak dapat membenci lagi, Selama kita masih dapat membenci, kita belum mencapai kecerdasan spiritual. Dalam buku Kundalini Yoga, Anand Krishna menyebutnya sebagai peningkatan kesadaran pada estape Chakra Sahasrara, membuat kita menjadi Wujud Kasih Ilahi.
Ada sebuah puisi berjudul “Bungkusan Itu Namanya Cinta.” Dengan bahasa yang indah penyair tanpa nama itu menggambarkan bahwa setiap tindakan, kata-kata, pikiran, dan perilaku kita harus selalu dibungkus dengan cinta sehingga setiap orang yang menerimanya bisa merasakan keindahannya. Dengan demikian kita dapat membangun dan membina hubungan lebih baik dengan sesama kita dan dapat hidup didunia dengan penuh kedamaian. Semakin kita terampil membungkus setiap tindakan, pikiran, kata-kata, dan perilaku kita dengan cinta, semakin cerdas spiritual kita, dan kita akhirnya dapat mengendalikan kehidupan kita dengan lebih baik.

5. Hidup dengan Misi

Kita diciptakan Tuhan secara unik/khas dengan fungsi dan peranan tertentu dalam lingkaran kehidupan kita. Manusia diciptakan sebagai kalifatullah atau wakil Tuhan di bumi ini. Tentunya setiap kita masing-masing telah ditetapkan tugas dan peranan kita dalam dunia ini. Sayangnya banyak dari kita tidak menyadari dan tidak pernah mengetahui apa sebenarnya misi hidup kita ini.
Untuk menjadi cerdas spiritual, kita harus sadar bahwa siapa pun kita dan apa pun    kita, kita  memiliki misi dan peranan yang amat khusus dari Tuhan selama hidup di dunia ini. Melalui manajemen diri kita melatih dan menuntun diri agar dapat mencari dan menemukan misi hidup kita tersebut, kita dapat memmberi makna dalam mengisi kehidupan kita sebagaimana telah ditakdirkan oleh Sang Pencipta.

6. Selalu Mengucap Syukur

Tanda penting lain dalam kecerdasan spiritual adalah kemampuan kita untuk selalu bersyukur. Pada saat mengucap syukur, focus perhatian kita bergeser dari musibah yang kita alami kepada apa yang masih kita miliki dan berbagai peluang yang muncul di balik musibah tersebut. Dengan demikian, mengucap syukur akan membantu kita mengalihkan fokus bukan kepada musibah melainkan kepada peluang-peluang yang ada. Semakin banyak alternative yang bisa kita lihat sehubungan dengan musibah tersebut.
Hal penting kedua dari efek mengucap syukur adalah munculnya energi positif dan antusiasisme. Seorang penulis Amerika, Emerson, pernah menulis bahwa “Tidak ada hal-hal besar yang dicapai manusia tanpa antusiasisme.” Dengan antusisisme, tubuh fisiologis kita akan memperoleh energi besar untuk menaklukkan gunung persoalan atau kesulitan yang kita hadapi seberapa pun besarnya.
Hal penting ketiga adalah dengan mengucap syukur berarti kita menyerahkan segala hal di luar kendali kita kepada Tuhan. Dalam buku “7 habits of Highly Effective People”, Stephen Covey menyarankan agar akita focus pada “lingkaran pengaruh” kita. Dengan memfokuskan diri kepada hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan kepada Tuhan, kita memiliki rasa damai dan terbebas dari stress.
Jadi, semakin kita bersyukur setiap saat kita semakin mampu mengatasi dan mengendalikan setiap kesulitan dan tantangan hidup, yang berarti kita semakin cerdas secara spiritual.

7. Merasakan Hadirat Tuhan Setiap Saat

Semakin sering kita bisa merasakan hadirat Tuhan, kita dapat semakin mengenal Tuhan dan semakin mampu menggunakan wewenang kuasa-Nya. Kebutuhan kita merasakan hadirat Tuhan sama seperti kebutuhan kita untuk bernafas. Setiap menarik dan menghembuskan nafas, kita harus senantiasa menyebut nama-Nya, sehingga  hadirat Tuhan menjadi bagian kehidupan kita untuk menjadi cerdas spiritual.
Untuk dapat merasakan hadirat Tuhan, kita dapat melakukan relaksasi untuk menyelam dari alam pikiran sadar menuju ke dalam pikiran bawah sadar. Caranya adalah dengan menurunkan frekuensi gelombang otak hingga mendekati nol, yaitu suatu suasana keheningan dan kedamaian sempurna. Semakin dalam kita menyelam atau semakin rendah frekuensi gelombang otak, kita akan dapat semakin merasakn hadirat Tuhan. Relaksasi yang dilakukan tanpa tujuan lain selain memasuki hadirat Tuhan adalah meditasi. Oleh karena itu, Cara terbaik untuk merasakan hadirat Tuhan adalah dengan melakukan meditasi.

8. Mengenali Tuhan

Dalam bukunya yang berjudul Awarenes, seorang pastor Jesuit bernama Anthony de Mello,SJ. Menulis cuplikan kata pengantar Thomas Aquinas dalam buku Summa Theologia yang berbunyi “Quida de deo scire non possumus quid sit, sed quid non sit, non possumus considerare de deo, quomodo sit sed quomodo non sit.” “Karena kita tidak dapat mengetahui apakah Tuhan itu, tetapi kita hanya dapat mengetahui apakah yang bukan Tuhan, kita tidak dapata membicarakan bagaimana Tuhanitu tetapi kita hanya dapat membicarakan bagaimanakah yang bukan Tuhan itu.”
Dari sini jelas bahwa kita tidak perlu mengetahui apakah dan bagaimana Tuhan itu, tetapi kita perlu mengenali dan merasakan keberadaan-Nya dalam kehidupan kita. Seorang yang mengenal Tuhan berbeda dengan ahli Teologi yang hanya mengetahui banyak hal tentang sifat dan pekerjaan Tuhan, tetapi belum mengenal Tuhan.
Jadi, semakin mengenali Tuhan, Semakin cerdas tingkat spiritualitas kita. Mengenali Tuhan dapat melalui

9. Mendengarkan Suara dan Tuntunan-Nya

Untuk menjadi cerdas spiritual, kita perlu memahami bagaimana mendengar suara Tuhan dalam setiap aspek kehidupan kita, melalui intuisi (inner voice – the partner within – suara hati) dan melalui gambaran visual atau mimpi. John Kehoe, penulis buku Mind Power, menggambarkan intuisi sebagai seorang sahabat yang member segala sesuatu yang kita butuhkan dalam hidup, yang senantiasa menunjukan pelunag baru serta cara memanfaatkannya,dan setia memberi nasihat yang bijak dan dapat dipercaya. Penulis lain, David Lawson dalam bukunya  A Company of Angels menggambarkan intuisi sebagai malaikat yang menjaga dan menunutun kita. Penulis lain lagi, Anthony Robbins, menggambarkan intuisi sebagai raksasa atau suatu kekuasaaan yang tanpa batas.
Semua penulis luar biasa itu sesungguhnya menggambarkan bahwa kita memiliki sahabat seperti itu. Kita dapat menyebutnya intuisi, malaikat, bisikan gaib, atau apapun juga, tetapi sumbernya adalah TUhan yang ada dalam diri kita sejak kita diciptakan kedalam dunia.

10.  Membangkitkan Intuisi

Untuk membangkitkan intuisi, John Kehoe menyarankan langkah-langkah berikut ini:
Pertama, bangun sikap want it to happen – except to happen leave it alone – let it happen. Kita harus yakin dan penuh pengharapan bahwa kita akan mendengar suara hati atau intuisi tersebut.
Kedua, lakukan relaksasi untuk memasuki keadaan alpha, nyatakan dengan jelas apa yang kita inginkan, answers, solutions, insights. Buat visualisasi dari apa yang kita inginkan, dan terus kita lakukan sampai kondisi gelombang otak kita mencapai theta
Ketiga, tunggu dengan penuh keyakinan dan pengharapan. Jika mendengar suara atau seperti bisikan lembut, ambil nafas yang dalam, buka mata, dan tuliskan apa yang baru kita dengar. Setelah itu, ambil nafas yang dalam, pejamkan mata kembali ke keadaan theta. Demikian kita lakukan sampai kita memperoleh seluruh jawaban yang kita inginkan.
Dengan melakukan doa dan meditasi kita akan sering mendapat intuisi atau bisikan gaib. Kita harus yakin dan percaya bahwa bisikan iti adalah memang suara nurani kita, bisikan yang berasal dari Roh Tuhan. Oleh karean itu, jangan ada keraguan sedikit pun!